REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Terdapat banyak pelajaran yang bisa diambil dari tafsir surat Al-Jumuah ayat 9-10.
Penjabaran itu, sebagaimana dikutip dari Tafsir al-Quran al-Adhim karya Imam Ibnu Katsir, yaitu antara lain sebagai berikut:
Pertama, sholat jumat merupakan ibadah wajib bagi Muslim yang telah baligh.
Kewajiban melakukan sholat Jumat tersebu dijelaskan sebagai berikut bahwa Allah SWT telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin untuk berkumpul guna mengerjakan ibadah kepada-Nya di hari Jumat. Maka Allah SWT berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ “Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan salat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu untuk mengingat Allah SWT.” (QS Al-Jumuah ayat 9)
Yakni tuluskanlah niat kalian, bulatkanlah tekad kalian, serta pentingkanlah oleh kalian untuk pergi guna menunaikan ibadah kepada-Nya.
Pengertian yang dimaksud dengan sa'yu dalam ayat ini bukanlah menurut pengertian bahasanya (yaitu berjalan), melainkan makna yang dimaksud ialah mementingkan dan merealisasikannya.
Kedua, yang dimaksud dengan seruan إِذَا نُودِيَ لِلصَّلاةِ “Apabila diseru untuk menunaikan sholat pada hari Jumat.” (QS Al-Jumuah ayat 9) adalah seruan kedua yang biasa dilakukan di hadapan Rasulullah SAW apabila beliau keluar (dari rumahnya) dan duduk di atas mimbarnya, maka pada saat itulah adzan diserukan di hadapannya.
Adapun mengenai seruan pertama yang ditambahkan Amirul Mu’minin Utsman ibnu Affan, sesungguhnya hal itu dilakukan mengingat banyaknya orang-orang, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zi'b, dari Az-Zuhri dari As-Sa'ib ibnu Yazid yang mengatakan bahwa dahulu seruan adzan pada Jumat mula-mula dilakukan apabila imam telah duduk di atas mimbar di masa Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar Dan ketika masa pemerintahan Ustman telah berlangsung beberapa masa dan orang-orang bertambah banyak, maka ditambahkanlah seruan yang kedua di atas Az-Zaura. Yakni diserukan adzan di atas semua rumah yang dikenal dengan sebutan Az-Zaura, yang merupakan rumah yang tertinggi di Madinah pada masa itu berada di dekat masjid.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, bahwa pada mulanya seruan pada Jumat dilakukan hanya sekali yaitu di saat imam muncul sampai dengan salat diiqamahkan. Seruan itu bila telah diserukan, maka diharamkan melakukan jual beli.
Kemudian di masa pemerintahan Khalifah Utsman, dia memerintahkan agar dilakukan pula seruan (adzan) lainnya, yaitu sebelum imam muncul hingga semua orang telah terkumpulkan.
Ketiga, dan sesungguhnya yang diperintahkan untuk menghadiri sholat Jumat itu hanyalah kaum lelaki yang merdeka, bukan budak dan bukan pula wanita dan anak-anak.
Dan dimaafkan untuk tidak melakukan sholat Jumat bagi orang musafir, orang yang sedang sakit, dan orang yang merawat orang sakit, dan lain sebagainya yang termasuk ke dalam uzur yang diterima, yang pembahasannya secara rinci terdapat di dalam kitab-kitab fiqih.
Baca juga: Ketika Kabah Berlumuran Darah Manusia, Mayat di Sumur Zamzam, dan Haji Terhenti 10 Tahun
Keempat, para ulama sepakat bahwa haram melakukan jual beli sesudah adzan kedua. Firman Allah SWT:
وَذَرُوا الْبَيْعَ “Dan tinggalkanlah jual beli.” (QS Al-Jumu'ah: 9)
Tetapi mereka berselisih pendapat mengenai masalah jual beli secara muatah (bayar dan terima tanpa ijab kabul).
Ada dua pendapat mengenainya, tetapi menurut makna lahiriah ayat, hal itu tidak sah juga, sebagaimana yang dijelaskan secara lengkap di tempatnya hanya Allah-lah Yang Mahamengetahui. Firman Allah SWT:
ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ “Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS Al-Jumuah ayat 9)
Yaitu kamu tinggalkan jual beli dan kamu bergegas untuk mengingat Allah dan salat adalah lebih baik bagimu, yakni bagi kehidupan dunia dan akhiratmu, jika kamu mengetahui.