Selasa 20 Jun 2023 18:38 WIB

Mengupas Ayat Alquran tentang Haji: Al Hajj Ayat 27

Haji merupakan ibadah pemersatu umat Islam dari berbagai belahan dunia.

Rep: Mabruroh/ Red: Erdy Nasrul
Umat islam berjalan meninggalkan Masjidil Haram usai melaksanakan shalat zuhur di Mekah, Arab Saudi, Senin (19/6/2023). Umat islam dari seluruh dunia telah memadati Masjidil Haram untuk melaksanakan umrah dan shalat fardhu menjelang wukuf di Arafah pada 27 Juni 2023 di puncak pelaksanaan ibadah haji.
Foto:

Al-Hasan berpendapat bahwa perintah Allah dalam ayat ini ditujukan kepada Nabi Muhammad saw. Alasan beliau ialah semua perkataan dan pembicaraan dalam ayat-ayat Alqur'an itu ditujukan kepada Nabi Muhammad saw, termasuk di dalamnya perintah melaksanakan ibadah haji ini.

Perintah ini telah dilaksanakan oleh Rasulullah bersama para sahabat dengan mengerjakan haji wada' (haji perpisahan) sebagaimana tersebut dalam hadis dari Abi Hurairah, ia berkata, "Rasulullah telah berkhotbah di hadapan kami, beliau berkata, "Wahai sekalian manusia Allah telah mewajibkan atasmu ibadah haji, maka kerjakanlah ibadah haji" (riwayat ahmad).

Jika diperhatikan maka sebenarnya kedua pendapat ini tidaklah berlawanan. karena perintah menunaikan ibadah haji itu ditunjukkan kepada Nabi Ibrahim dan umatnya di waktu beliau selesai membangun Ka'bah.

Kemudian, setelah Nabi Muhammad saw diutus, maka perintah itu diberikan pula kepadanya, sehingga Nabi Muhammad saw dan umatnya diwajibkan pula menunaikan ibadah haji itu, bahkan ditetapkan sebagai rukun Islam yang kelima.

Dalam ayat ini terdapat perkataan, "... niscaya mereka akan datang kepadamu ..." Dari perkataan ini dipahami, seakan-akan Tuhan mengatakan kepada Ibrahim as bahwa jika Ibrahim menyeru manusia untuk menunaikan ibadah haji, niscaya manusia akan memenuhi panggilannya itu, mereka akan berdatangan dari segenap penjuru dunia walaupun dengan menempuh perjalanan yang sulit dan sukar.

Siapapun yang memenuhi panggilan itu, baik waktu itu maupun kemudian hari, maka berarti ia telah datang memenuhi panggilan Allah seperti Ibrahim dahulu telah memenuhi pula.

Ibrahim dahulu pernah Allah perintahkan datang ke Makkah yang masih sepi, Ibrahim memenuhinya walaupun perjalanannya sukar, melalui terik panas padang pasir yang terbentang antara Makkah dan Syria.

Perintah itu telah dilaksanakan dengan baik, bahkan Ibrahim bersedia menyembelih anak kandungnya Ismail, semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah, karena itu Allah akan menyediakan pahala yang  besar untuk Ibrahim dan pahala seperti itu akan Allah berikan pula kepada siapa yang berkunjung ke Baitullah ini, terutama bagi orang yang sengaja datang ke Makkah ini untuk melaksanakan ibadah haji.

Perkataan ini merupakan penghormatan bagi Ibrahim dan menunjukkan betapa besar pahala yang disediakan Allah bagi orang-orang yang menunaikan ibadah haji semata-mata karena Allah.

Para ulama sependapat bahwa datang ke baitullah untuk mengerjakan ibadah haji dibolehkan mempergunakan kendaraan dan cara-cara apa saja yang dihalalkan, seperti dengan berjalan kaki, dengan kapal laut atau dengan pesawat terbang atau dengan kendaraan melalui darat dan sebagainya.

Tetapi Imam Malik dan Imam Asy-Syafi'i berpendapat bahwa pergi menunaikan ibadah haji dengan menggunakan kendaraan melalui perjalanan darat itu lebih baik dan lebih besar pahalanya, karena cara yang demikian itu mengikuti perbuatan Rasulullah. Dengan cara yang demikian diperlukan perbelanjaan yang banyak, menempuh perjalanan yang sukar sera menambah syiar ibadah haji, terutama di waktu melalui negara-negara yang ditempuh selama dalam perjalanan.

Sebagian ulama berpendapat bahwa berjalan kaki lebih utama dari berkendaraan, karena dengan berjalan kaki lebih banyak ditemui kesulitan-kesulitan daripada dengan berkendaraan. Dalam masalah ini berkendaraan atau tidak adalah masalah teknis saja. Secara umum Islam tidak menghendaki kesukaran tetapi kemudahan. Islam juga tidak membebani seseorang sesuatu yang dia tidak mampu melakukannya.

Melaksanakan ibadah haji baik dengan kendaraan ataupun dengan berjalan kaki, pasti akan memperoleh pahala yang besar dari Allah, jika ibadah itu semata-mata dilaksanakan karena Allah. Yang dinilai adalah niat dan keikhlasan seseorang serta cara-cara melaksanakannya.

Sekalipun sulit perjalanan yang ditempuh, tetapi niat mengerjakan haji itu bukan karena Allah maka ia tidak akan memperoleh sesuatu pun dari Allah, bahkan sebaliknya ia akan di azab dengan azab yang sangat pedih karena niatnya itu.

Jika seseorang telah sampai di Makkah dan melihat Baitullah, disunnahkan mengangkat tangan, sebagaimana tersebut dalam hadis:

Diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas ra dari Nabi saw, beliau bersabda, "Diangkat kedua tangan pada tujuh tempat, yaitu pada pembukaan shalat, waktu menghadap Baitullah, waktu menghadap bukit Safa dan bukit Marwah, waktu menghadap dua tempat (Arafah dan Muzdalifah) dan waktu melempar dua jamrah" (Riwayat Ahmad).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement