Senin 05 Jun 2023 19:53 WIB

Menelisik Keabsahan Dalil Sholat Arbain

Memahami hadis yang sepintas terkandung busyra (kabar gembira)

Umat Islam melintas di depan Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi, Sabtu (22/10/2022). Masjid Nabawi adalah masjid yang didirikan langsung oleh Nabi Muhammad SAW dan merupakan masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam.
Foto:

Pahala dan Keridhaan Allah SWT

Memahami hadis yang sepintas terkandung busyra (kabar gembira) yang begitu menjanjikan memang perlu dicermati. Karena salah satu faktor kemunculan dan indikasi sebuah hadis palsu (maudhu’) adalah berlebih-lebihan dalam hal keutamaan suatu amalan dan pahala yang didapatnya.

Para komentator hadis, seperti Al-Mubarakfuri memahami hadis di atas dengan mengatakan, bahwa kebanyakannya  mengarah pada anjuran agar setiap muslim  senantiasa berusaha  menggiatkan shalat jamaah, dengan salah satu indikatornya adalah mendapati  takbiratul-ihram bersama  imam. 

Mendapatkan ganjaran berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan, dimaksudkan bahwa kita akan dihindarkan di dunia ini dari sifat-ciri beramalnya kaum munafik, seperti rasa malas dalam menunaikan shalat, sebagaimana termaktub dalam firman-Nya:

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat, mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah, kecuali sedikit sekali.” (QS. An-Nisa: 142)

Sedang di akhirat nanti Allah akan menyelamatkan dari berbagai amal yang menyebabkan orang munafik disiksa Allah, di mana Allah akan menjadi saksi, bahwa dia bukanlah seorang munafik. Maka barangsiapa yang menjaga shalat jamaahnya di masjid manapun, baik di Mekah, Madinah, Jakarta, Medan, Paris, atau di Tokyo dan belahan bumi manapun, hingga dapat mempertahankannya selama  empat puluh hari, maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah berupa terhindar dari api neraka dan kemunafikan (hipokrit).

Ziarah (mengunjungi) kota Nabi Saw. (al-Haram al-Madani) memang disyariatkan sebagaimana tersebut dalam hadis pertama di atas, akan tapi tidak dibatasi dengan waktu tertentu, harus delapan sampai sepuluh hari misalnya.

Mendudukkan ibadah shalat diniatkan untuk mencari pahala tidaklah tepat, satu dari tujuan shalat adalah untuk mengingat Allah dan mencari keridhaan-Nya sebagaimana dalam firman-firman-Nya:

“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.”  (QS. Thaha: 14)

“Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk  Allah, Tuhan semesta alam.”  (QS. Al-An’am: 162). Wallahu a’lam bi al-Shawwab.

sumber : https://suaramuhammadiyah.id/2023/05/31/menelisik-keabsahan-dalil-shalat-arbain/
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement