Senin 05 Jun 2023 19:53 WIB

Menelisik Keabsahan Dalil Sholat Arbain

Memahami hadis yang sepintas terkandung busyra (kabar gembira)

Umat Islam melintas di depan Masjid Nabawi, Kota Madinah, Arab Saudi, Sabtu (22/10/2022). Masjid Nabawi adalah masjid yang didirikan langsung oleh Nabi Muhammad SAW dan merupakan masjid ketiga yang dibangun dalam sejarah Islam.
Foto:

Takhrij  Hadis

Dengan latar belakang di atas, maka tulisan singkat ini mencoba menelisik tentang seluk beluk hadis-hadis (takhrij) shalat arba’in yang sering menjadi sandaran pelaksanaannya. Para pengamal arba’in, hemat penulis mendasarkan kegiatannya tersebut pada sebuah Hadis (A) berikut:

حدثنا الحكم بن موسى قال أبو عبد الرحمن عبد الله: وسمعته أنا من الحكم بن موسى حدثنا عبد الرحمن بن أبي الرجال عن نبيط بن عمر عن أنس بن مالك عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال:مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِي أَرْبَعِينَ صَلَاةً لَا يَفُوتُهُ صَلَاةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنْ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنْ الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنْ النِّفَاقِ (رواه احمد و الطبراني)

Telah menceritakan pada kami Hakam bin Musa, berkata Abu Abdurrahman Abdullah: aku mendengar dari Hakam bin Musa (dimana) telah menceritakan pada kami Abdurrahman bin Abi ar-Rijal dari Nubaith bin Umar dari Anas bin Malik, dari Nabi Saw. bahwasannya beliau bersabda: “Barangsiapa melaksanakan shalat (sebanyak) 40 kali shalat di masjidku (dengan) tidak tertinggal satupun, dicatat baginya terhindar dari api neraka, selamat dari siksa, dan terhindar  dari kemunafikan.” (HR. Ahmad dan at-Thabrani)

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnad (3/155) dan Thabrani  dalam Mu’jam Al-Ausath (5576) dengan jalur dari Abdurrahman bin Abi Al-Rijal dari  Nubaith bin Umar dari Anas bin Malik secara marfu’(sampai ke Nabi Saw.). Setelah mencantumkan hadis tersebut, Thabrani berkomentar: “Tidak ada yang meriwayatkan dari Anas kecuali Nubaith, dan Abdurrahman bin Abi Ar-Rijal  pun sendirian meriwayatkan dari Nubaith”. Al-Mundziri dalam al-Targhib wa al-Tarhib (1832) dan Al-Haitsami dalam Majma’ al-Zawaid (5878), setelah mencantumkan hadis ini, keduanya berkomentar menguatkan jalur perawinya, sebagaimana tercantum dalam Musnad Ahmad dan Mu’jam Al-Ausath di atas. Juga menyebut, bahwa Tirmidzi meriwayatkan sebagiannya.

Masalah yang diperdebatkan dalam jalur sanadnya adalah adanya seorang rawi bernama Nubaith bin Umar, yang ternilai majhul (tidak diketahui keadaannya), di mana hanya Al-Mundziri dan Al-Haitsami yang menguatkannya dengan mendasarkan pada  penilaian Ibnu Hibban dalam  Al-Tsiqat (5/483). Namun di kalangan kritikus hadis, Ibnu Hibban  dikenal  sebagai kritikus yang dimasukan dalam  tipologi mutasahhil (mudah mengangkat derajat penilaian terhadap rawi yang majhul). 

Pun dalam kitab-kitab biografi para rawi, tidak akan kita temukan data rawi ini. Matan (isi hadis) yang diriwayatkannya juga berbeda sendiri dengan apa yang diriwayatkan oleh para perawi lain dari Anas bin Malik ra.. Maka dalam kajian kritik hadis, keadaan rawi demikian disebut dengan majhul ‘ain (tidak diketahui data pribadinya sedikitpun).

Sementara itu, kritikus hadis modern, Nashirudin Al-Albani dalam Silsilah Al-Dhai’fah (364) dan Dha’if Al-Targhib (755), mengomentari hadis di atas dengan munkar (informasi hadis hanya dari satu jalur ini).

Ketika hadis pertama sudah diketahui validitasnya dan tentu tidak dapat menjadi sandaran, akan tapi para pengamal arba’in mengaitkannya pada hadis lain (B) yaitu:

حَدَّثَنَا عُقْبَةُ بنُ مُكْرَمٍ وَنَصْرُ بنُ عِليٍّ قالاَ: حَدّثَنَا سلمُ بن قُتَيْبَةَ عَنْ طُعْمَةَ بنِ عَمرٍو عن حبيبِ بنِ أبي ثابتٍ عن أنسٍ بنِ مالكٍ قال: قال رسول الله: من صلى لله أربعين يوماً في جماعةٍ يدرك التكبيرةَ الأُولى كُتِبَ لهُ براءَتَان: بَراءَةٌ مِنْ النَّارِ، وبراءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ (رواه الترمذي)

Telah menceritakan pada kami Uqbah bin Mukram dan Nashr bin Ali: Telah menceritakan pada kami Salam bin Qutaibah dari Tu’mah bin Amru dari Habib bin Abi Tsabit dari Anas bin Malik berkata: bersabda Rasulullah: “Siapa mengerjakan shalat dengan ikhlas karena Allah selama empat puluh hari berjamaah dengan mendapatkan takbiratul ihram, dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka dan bebas dari kemunafikan.” (HR. At-Tirmidzi)

Hadis ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dalam  Sunan-nya (239), Ibnu Majah  dalam Sunan-nya (1: 797) serta Bahsyal dalam Tarikh Wasith (36, 40). Riwayat Tirmidzi ternilai shahih sebab mempunyai beberapa jalur yang  mendukung dan menguatkannya (syawahid).

Riwayat Ibnu Majah ternilai hasan karena dikait-kuatkan dengan riwayat Tirmidzi, terutama untuk jalur riwayatnya. Riwayat Bahsyal ternilai shahih karena dikuatkan dengan jalur lain dari Umar bin Khatab ra. 

Maka riwayat ini dengan pendukungnya adalah maqbul (dapat diterima). Selain dari Anas bin Malik ra., hadis ini juga diriwayatkan oleh Abu Kuhail dan Umar bin Khatab ra.. Dari jalur Anas bin Malik ra. Sendiri, terdapat tiga perawi yang meriwayatkan darinya, yaitu: Habib bin Abi Tsabit; Hamid al-Thawil; dan Nubaith bin Umar.

Dari sini kita bisa mempetakan dua riwayat hadis di atas, yaitu A dan B, dimana sama-sama diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik ra., baik dari kaitan  segi jalur dan matannya. Maka sebenarnya hadis A adalah satu dari ragam jalur dari Anas bin Malik ra..

Riwayat A, hemat penulis ternilai dhaif (lemah) dikarenakan terdapat seorang rawi majhul bernama Nubaith bin Umar dalam jalur sanadnya. Selain itu, riwayat ini terasa asing dan menyalahi riwayat-riwayat semacamnya dari Anas, dengan indikator adanya tambahan  matan (isi) yang  diberikannya. Maka wajar, Al-Albani menilainya munkar.

sumber : https://suaramuhammadiyah.id/2023/05/31/menelisik-keabsahan-dalil-shalat-arbain/
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement