Selasa 25 Apr 2023 04:24 WIB

Peneliti BRIN Ancam Bunuh Warga Muhammadiyah Nodai Moderasi Beragama

Meski meminta maaf, Polisi tetap harus lanjutkan proses hukum terhadap peneliti BRIN.

Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay
Foto: Dok DPR RI
Ketua Fraksi PAN DPR RI Saleh Partaonan Daulay

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kalimat oknum ASN Andi Pangerang Hasanuddin yang menuliskan komentar akan 'menghalalkan darah semua warga Muhammadiyah' mendapat kecaman dari Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, karena sangat tidak pantas disampaikan, terlebih oleh ASN yang bekerja di lembaga penelitian seperti BRIN itu.

Aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah, Saleh Partaonan Daulay dalam pernyataan di Jakarta, Senin mengatakan ancaman yang disampaikan itu berpotensi menodai kerukunan umat beragama.

Baca Juga

Saleh menilai akan banyak warga negara yang merasa was-was, khawatir, dan bahkan takut oleh kalimat 'menghalalkan darah' yang itu sama dengan ancaman membunuh, sebuah pernyataan yang sangat serius dan berbahaya.

"Mestinya, ini bukan delik aduan. Kalau ada ancaman membunuh seperti ini, aparat penegak hukum (APH) harus segera melakukan langkah antisipatif. Paling tidak, pelakunya diamankan terlebih dahulu. Diperiksa dasar dari pernyataannya," ucapnya.

Di Indonesia, berbeda agama itu biasa. Semua saling menghormati. Semua hari besar umat beragama dirayakan dengan baik. Dijadikan hari libur bersama.

"Kalau yang beda agama saja bisa saling menghormati, kenapa yang hanya berbeda metode penentuan 1 Syawal malah hampir seperti mau perang? Perbedaan itu malah bukan hanya sekali ini terjadi. Sudah puluhan kali. Dan itu tidak hanya terjadi di Indonesia, di negara lain pun ratusan negara merayakan lebaran tanggal 21 April 2023," kata Saleh.

Dalam konteks itu, walaupun AP Hasanuddin telah meminta maaf, menurut Saleh, aparat penegak hukum tetap harus memeriksa yang bersangkutan.

Kejadian seperti ini tidak boleh terulang kembali. Karena itu, penegakan hukum harus diterapkan. Negara harus hadir melindungi seluruh warga negara. Apalagi, warga Muhammadiyah yang telah berkontribusi bagi bangsa ini bahkan sebelum Indonesia merdeka.

"Permintaan maaf satu hal. Penegakan hukum hal yang lain. Kalau tidak diproses hukum, besok lusa akan ada orang yang mengulangi lagi. Lalu kalau ribut, dengan enteng meminta maaf. Penegakan hukum kan tidak seperti itu. Harus tegak lurus dan adil bagi semua," pungkasnya.

Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian dan Pengembangan Islam Jakarta (PPPIJ) KH Muhammad Subki mengatakan perbedaan pendapat mengenai hari pelaksanaan Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah bukan sesuatu yang perlu dipersoalkan.

"Karena hanya perkara sunnah, jangan dipersusah ya, tidak terlalu prinsip," kata KH Subki.

Sebab itu, menurut KH Subki, sebaiknya tidak perlu mempersoalkan seseorang Mukmin yang tetap melaksanakan ibadah sunnah tersebut pada hari Jumat.

"Karena perbedaan tanggal itu kan biasa. Artinya masing-masing ada pendapatnya, masing-masing ada yang bertanggung jawab," kata KH Subki.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement