Rabu 29 Mar 2023 01:36 WIB

Orang Tua Salah Tangkap Klitih Gedongkuning Sampaikan Kejanggalan di Sidang Etik Polisi

Terdapat kejanggalan terkait bukti CCTV yang dihadirkan.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Fernan Rahadi
Orang tua korban salah tangkap kasus klitih di Gedongkuning, Yogyakarta menggelar konferensi pers meminta agar Kompolnas ikut mengawal kasus tersebut.
Foto: Republika/Febrianto Adi Saputro
Orang tua korban salah tangkap kasus klitih di Gedongkuning, Yogyakarta menggelar konferensi pers meminta agar Kompolnas ikut mengawal kasus tersebut.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Subadriah, ibu dari Hanif Aqil Amrulloh, korban salah tangkap kasus klitih Gedongkuning diundang menjadi saksi dalam sidang etik yang dilakukan kepolisian. Dalam sidang tersebut dirinya menyampaikan sejumlah kejanggalan.

Subadriah mengatakan kejanggalan terjadi saat penangkapan. Dirinya mendapati anaknya dianiaya oleh sejumlah oknum. Hal itu ia temui bukti luka lebam saat polisi menggelar konferensi pers.

"Jadi tanggal 10 (April 2022) mereka dipukuli. Tanggal 9 April mereka ditangkap, dari jam 10 malam sampai jam 6 pagi dan disuruh mengaku, hari Seninnya (11 April-Red) langsung diajak konferensi pers otomatis apa yang nampak pada anak-anak itu sangat terlihat jelas bahwa anak-anak itu sangat jelas lebam-lebamnya masih ada," kata Subadriah dalam konferensi pers, Selasa (28/3/2023).

Subadriah mengatakan penganiayaan terhadap anaknya dinilainya dilakukan cukup serius. Perlakuan kekerasan yang diterima Hanif membuat yang bersangkutan akhirnya terpaksa mengaku.

"Bayangkan satu orang anak dengan tujuh polisi yang menganiaya, luar biasa dengan memaksa anak saya untuk mengaku dan itu bukan hal yang menurut saya bukan hal yang ringan. Anak saya sangat terbebani dan itu harus mengaku," ucapnya.

Selain itu ia juga menyampaikan kejanggalan pada saat interogasi. Subadriah menemui BAP yang telah ditandatangani tanpa didampingi pengacara.

"Padahal pengacara tunjukan polisi datang kepada kami hari Kamis tanggal 13 April kemudian tanggal 16 April itu mereka baru datang ke rumah saya, namun demikian di BAP-nya untuk dibawa ke persidangan itu tanggal 10 (April) ternyata berkas sudah ditandatangani oleh pengacara kan rekayasa yang luar biasa dalam pendidikan itu," jelasnya.

Belum lagi dirinya dan pengacara yang mengaku kesulitan menemui anaknya.  Bahkan dirinya dan pengacaranya tak mendapati putranya di sel Polsek Kotagede. Kantor yang mereka sambangi bahkan kosong.

"Apakah betul sebuah instansi besar yang melayani masyarakat kok kantornya zonk? Artinya apa mereka mungkin ada sesuatu hal tahu betul kedatangan pengacara maka mengosongkan kantornya seperti itu," terangnya.

Kejanggalannya lainnya yang disampaikan Subadriah dalam sidang kode etik tersebut  yaitu bukti CCTV yang dihadirkan. Sebelumnya diketahui ada 60 CCTV yang dimiliki, namun yang dihadirkan hanya empat hingga lima CCTV. Itu pun dalam kondisi buram.

"Jadi polisi yang pada saat itu menangkap tidak bisa menjelaskan artinya, terus dikejar oleh pihak kami 'kok jadi anak ini yang disangkakan?',  'Itu karena kerja tim kami', artinya bukan karena karena menangkap dengan menggunakan barang bukti yang sudah sudah bisa dicari dengan betul, tapi itu banyak rekayasa yang diambil dari para polisi tersebut," katanya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement