Senin 16 Jan 2023 15:20 WIB

Dispertan Sragen : Virus LSD tak Menular ke Manusia

LSD lebih mudah menular antar hewan sapi.

Rep: c02/ Red: Yusuf Assidiq
Satgas menyuntik sapi yang terjangkit benjolan atau Lumpy skin diseses (LSD) yang disebabkan oleh virus pox saat pemeriksaan kesehatan sapi  (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Rahmad
Satgas menyuntik sapi yang terjangkit benjolan atau Lumpy skin diseses (LSD) yang disebabkan oleh virus pox saat pemeriksaan kesehatan sapi (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SRAGEN -- Dinas Pertanian Perikanan dan Ketahanan Pangan (Dispertan) Kabupaten Sragen, Jawa Tengah, terus memantau penyebaran virus Lumpy Skin Disease (LSD) yang telah menyebar di 20 kecamatan. Kadispertan Sragen Eka Rini Mumpuni pun memastikan virus LSD tidak akan menular kepada manusia.

Kendati demikian, virus tersebut sangat mudah menyebar di antara hewan ternak. "Kalau informasi yang kami dapatkan tidak zoonosis (tidak menular pada manusia) seperti antraks. Cuma LSD ini mudah menular antar sapi, bisa dari air liurnya bisa juga kotoran dan infeksi pada vektor atau hewan perantara misal nyamuk, lalat besar itu. Setelah menggigit sapi sakit kemudian gigit sapi sehat di sebelahnya bisa tertular," kata Eka Rini, Senin (16/1/2023).

Ia lantas menyebut daging sapi terpapar LSD berbeda dari daging sapi sehat. Sapi yang terinfeksi jaringan dagingnya berubah jadi jaringan parut. "Kemarin hasilnya seperti itu sehingga tidak madolke (tidak laku dijual). Perbedaan daging ada struktur jaringan berbeda tidak semulus daging sapi yang sehat," ujarnya.

Kendati demikian, ia mengatakan daging sapi yang terpapar LSD masih bisa dikonsumsi. Namun kadar protein daging akan menurun karena secara gizi untuk peningkatan protein sudah kecil.

"Karena kadar gizi menurun disarankan tidak dikonsumsi. (Kalau dikonsumsi?) Tidak ada referensi yang menyampaikan itu," ujar dia.

Menurutnya, sapi yang terpapar virus LSD masih bisa diperjualbelikan meski mengurangi nilai jual. "Sebenarnya bisa (diperjualbelikan). Tapi sekarang dengan adanya penyakit itu ada bekasnya, kadang mengurangi harga. Karena sapi tidak lagi semulus sebelum kena LSD," katanya.

Sementara itu, Sajimin (67) peternak sapi asal Desa Bakalan Kecamatan Gemolong, Sragen, mengeluhkan lantaran banyak peternak yang belum pulih dari dampak penyakit kuku dan mulut (PMK). Namun sudah ada penyakit baru yang membuat harga sapi terpuruk.

"Sapinya itu mrekotok (bentol-bentol) dan kakinya bengkak. Tidak mau makan, makannya tidak seger. Ya saya jual, karena nanti kalau sampai lumpuh ndak laku dijual. Itu saya jual Rp 8,5 juta dari belinya Rp 16,5 juta. Itu belum pakannya juga," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement