REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Perumpamaan doa ibarat obat yang ada di hadapan seorang penderita suatu penyakit. Maka, sangatlah tidak benar jika seorang yang sakit ini meninggalkan ikhtiar berobat, dan hanya pasrah terhadap takdir Allah SWT.
Jika Allah mentakdirkan sembuh, pasti sembuh. Jika Allah menakdirkan tidak sembuh, pasti tidak sembuh. Sama seperti orang yang sakit meminum obat atau tidak.
Demikian juga dengan doa, sangat tidak patut jika seorang Muslim meninggalkan upaya berdoa, dengan alasan pasrah terhadap takdir yang ditentukan Allah SWT, tanpa memohon apapun kepada Allah SWT. Padahal, doa adalah intisari atau pokok ibadah seorang hamba kepada Allah SWT.
Orang yang berakal adalah yang berusaha keras dalam mengerjakan banyak hal dengan penuh kegigihan dan keikhlasan, tidak hanya berpasrah pada takdir yang ada. Setelah ia berusaha keras, barulah ia memasrahkan diri terhadap hasil yang akan diberikan Allah SWT kepadanya.
Begitulah kehidupan yang dijalani para Nabi dan Rasul. Mereka bersungguh-sungguh dalam berdoa. Jika kita mengkaji Alquran dengan cermat, kita pasti mendapati bermacam-macam contoh doa-doa para Nabi dan Rasul. Hal ini dijelaskan Ahmad bin Abdullah Isa dalam buku Ensiklopedia Doa dan Wirid Shahih Berdasarkan Alquran dan Hadist yang diterbitkan Pustaka Elba, 2006.
Jiwa setiap insan saat berdoa dan memohon kepada Allah akan mengakui dengan pengakuan yang mendalam, bahwa dia adalah seorang makhluk yang sangat lemah dan sangat membutuhkan Dzat Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih, Pemilik kerajaan langit dan bumi yang Maha Kuasa berbuat segala sesuatu.
Sehingga, setiap orang yang berdoa kepada Allah dengan perasaan seperti itu, maka hati dan jiwanya menjadi bangkit kembali karena adanya suatu harapan dan pencerahan. Ia tidak lagi putus asa saat segala harapannya pupus.
Jika manfaat seorang hamba ketika dia berdoa hanya satu seperti yang dijelaskan di atas, sebenarnya hal itu telah lebih dari cukup. Lantas, bagaimana jika manfaat dari doa lebih banyak dari itu. Seperti dikatakan bahwa doa adalah ruh ibadah, yang terkabulnya sangat bisa didambakan dan diharapkan saat seorang hamba memenuhi syarat dan adab-adabnya.