Kamis 06 Oct 2022 20:12 WIB

Menelusuri Asal-Usul Kata Khalifah dan Maknanya dalam Alquran

Kata khalifah terdapat dalam Alquran dengan sejumlah pemaknaan

Rep: Muhyiddin/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Alquran. Kata khalifah terdapat dalam Alquran dengan sejumlah pemaknaan
Foto:

Menurut dia, makna ini menjadikan sang khalifah bertugas melaksanakan apa yang diamanatkan oleh yang menugaskannya. 

Dia serupa dengan mandataris. Ini berarti bahwa sang khalifah itu mencakup semua yang dinamai oleh ilmuwan “manusia modern” yakni sejak Adam hingga kiamat, tanpa kecuali karena semua diberi-Nya potensi untuk mengelola bumi ini.

Lebih lanjut, penulis kemudian mengupas tentang kata khalifah dan khulafa’ dalam Alquran. Menurut dia, dalam Alquran, kata khalifah ditemukan sebanyak dua kali. Pertama, dalam surat al-Baqarah ayat 30 dan pada surat Shad ayat 26.

Sedangkan bentuk jamaknya berupa khalaif dan ada juga khulafa’. Kata khulafa’ sendiri ditemukan tiga kali, yaitu pada surat al-A’raf ayat 69 dan 74, serta surat an-Naml ayat 62. 

Adapun khalaif ditemukan sebanyak empat kali, yaitu pada surat al-An’am ayat 65, surat Yunus ayat 14 dan 73, serta pada surat Fathir ayat 39.

Prof Quraish mengatakan, kekhalifahan yang dipahami dari uraian Surat al-Baqarah ayat 30 mengandung isyarat adanya dua unsur pokok dalam kekhalifahan. 

Unsur pertama, khalifah yakni sosok yang ditugaskan (manusia), baik sebagai penguasa tertinggi maupun perorangan. Ini ditunjuk oleh kata khalifah pada ayat tersebut.

Kedua, tempat penugasan, yakni di bumi di mana sang petugas (khalifah) hidup dan ini tentu saja mengharuskan adanya tugas-tugas yang harus diemban walau bentuk tugas itu tidak disinggung oleh ayat-ayat al-Baqarah.

Dalam buku ini, penulis banyak mengupas tentang khalifah dan tugasnya. Menurut dia, ulama telah menunjuk ke surat Hud ayat 61 sebagai penjelasan tentang tugas khalifah (manusia) di pentas bumi. Di sana Allah berfirman menyampaikan pesan Nabi Saleh As kepada kaumnya: 

وَإِلَىٰ ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا ۚ قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَٰهٍ غَيْرُهُ ۖ هُوَ أَنْشَأَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَاسْتَعْمَرَكُمْ فِيهَا فَاسْتَغْفِرُوهُ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ ۚ إِنَّ رَبِّي قَرِيبٌ مُجِيبٌ

“Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagi kamu Tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi dan menjadikan kamu memakmurkannya, karena itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertobatlah kepada-Nya. Sesunggugnya Tuhanku amat dekat lagi Mahamemperkenankan.”

Menurut Prof Quraish, ayat ini mengandung perintah kepada manusia untuk membangun bumi dalam kedudukannya sebagai khalifah, sekaligus menjadi alasan mengapa manusia harus menyebah Allah SWT semata-mata.

 

Menurut penulis, memakmurkan bumi adalah membangun peradaban. Karena itu lah sepertinya Rasulullah SAW mengubah nama tempat beliau hijrah dari Makkah menuju ke satu kota yang tadinya bernama Yatsrib yang secara harfiah berarti “mengecam” menjadi al-Madinah yakni “tempat peradaban”.     

sumber : Dok Istimewa
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement