Jumat 29 Jul 2022 07:27 WIB

Surat Muslim Spanyol ke Sultan Beyezed II Ini Gambarkan Kegetiran Umat Islam di Eropa   

Umat Islam menghadapi intimidasi selama jatuhnya Spanyol ke tangan kerajaan Kriten

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nashih Nashrullah
Istana Al Hambra Spanyol
Foto: wikipedia
Istana Al Hambra Spanyol

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Mengalami penindasan demikian, sebagian kaum Muslimin Andalusia  tidak tinggal diam. Berbagai perlawanan pun bergelora di kota-kota di Spanyol. Penindasan tersebut terjadi pascajatuhnya emirat atau taifa Granada pada 1492. Peristiwa ini pun membuka babak baru bagi sejarah Islam di Spanyol atau Benua Eropa pada umumnya.

Akan tetapi, rezim Salibis terus menekan dan mengintimidasi mereka. Karena itu, sejumlah tokoh Muslim Andalusia berinisiatif mengirimkan surat kepada raja-raja Islam di luar Iberia.

Baca Juga

Mereka mengirimkan utusan dan surat kepada sejumlah sultan dengan harapan, para penguasa yang seiman itu dapat menyelamatkan penduduk Andalusia dari kezaliman raja dan ratu Katolik yang ekstrem. Pengiriman duta tersebut menimbulkan kehebohan di dunia Islam. 

Tak sedikit pemimpin Muslim yang segera menyampaikan pesan kepada paus di Roma. Petinggi Katolik itu diingatkan, kaum Nasrani di bawah pemerintahan Islam telah dan selalu dilindungi kebebasannya dalam beragama dan muamalah. Maka dari itu, mengapa orang-orang Islam di Iberia menerima kezaliman yang luar biasa? 

Mendapatkan protes, paus kala itu tampak acuh tak acuh. Spanyol seperti dibiarkan untuk membersihkan unsur-unsur Islam dari negerinya. Salah satu tumpuan harapan ketika itu adalah Turki Utsmaniyah. Walaupun belum menyandang titel kekhalifahan, kerajaan Islam yang berpusat di Anatolia itu tetap dikirimkan surat oleh tokoh-tokoh Muslim Andalusia. 

Korespondensi antara mereka dan Sultan Beyezid II terdokumentasikan. Isinya antara lain sebagai berikut, seperti dikutip sejarawan Ali Muhammad ash-Shalabi dalam Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah (2003): 

“Semoga Allah memanjangkan umur kerajaan dan hidup Tuan. Semoga Dia menolongmu dengan kemenangan atas musuh dan menempatkanmu di tempat yang diridhai dan dimuliakan. Kami adukan kepada Tuan semua yang kami alami dan rasakan.” 

Dalam surat yang sama, mereka juga mengeluhkan hasil diplomasi yang dilakukan dengan Dinasti Mamluk. Kerajaan Islam yang berpusat di Mesir itu memang telah merespons surat penduduk Muslim Andalusia terkait tragedi Reconquista. 

Namun, tidak terasa dampak yang signifikan. Sebagai langkah awal, Beyezid II menginisiasi kesepakatan dengan Mamluk untuk menyatukan kekuatan. Dalam perjanjian tersebut, Sultan Turki menyanggupi pengiriman armada laut ke Sisilia yang berada di bawah kekuasaan Spanyol. Adapun Mamluk berkewajiban menyerang Spanyol dari Afrika Utara.

Dalam hal ini, Beyezid II mengandalkan kepemimpinan pasukannya kepada Laksamana Kamal Reis, pelaut yang masyhur di seluruh Mediterania sebagai ahli strategi yang brilian. 

Namun, angkatan laut Utsmaniyah akhirnya mesti menghadapi gabungan dari tiga kekuatan sekaligus, yakni Spanyol, Prancis, dan Venesia ketika berlayar di Teluk Lapanto pada 1499. Pertempuran tersebut berakhir dengan gencatan senjata antara kedua belah pihak.

Reconquista tidak hanya dilakukan Aragon Kastilla, tetapi juga Portugis. Kerajaan yang terletak di sisi barat Iberia itu semakin agresif menyerang Muslimin, terutama sejak dipimpin Pangeran Henrique O Navegador. Pasukannya telah merangsek hingga ke Ceuta, Maghribiyah, pada 1450-an.

Ketika Abad Eksplorasi berlangsung pada 1600-an, Spanyol dan Portugis memang bersaing satu sama lain. Namun, keduanya menganggap Utsmaniyah sebagai musuh bersama. Mereka pun sama-sama menganggap kewajiban untuk menyebarkan agama Kristen di negeri-negeri Muslim yang dijumpai, terutama di Asia.    

sumber : Harian Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement