Rabu 15 Jun 2022 13:33 WIB

Laporan: Youtuber Nasionalis India Targetkan Muslim dan Wanita

India memiliki lebih dari 450 juta pengguna YouTube.

Rep: Mabruroh/ Red: Ani Nursalikah
Muslim India memegang plakat menuntut penangkapan Nupur Sharma, juru bicara partai nasionalis Hindu yang berkuasa, ketika mereka bereaksi terhadap referensi menghina Islam dan Nabi Muhammad yang dibuat olehnya selama protes di Ahmedabad, India, Rabu, 8 Juni 2022. Laporan: Youtuber Nasionalis India Targetkan Muslim dan Wanita
Foto: AP/Ajit Solanki
Muslim India memegang plakat menuntut penangkapan Nupur Sharma, juru bicara partai nasionalis Hindu yang berkuasa, ketika mereka bereaksi terhadap referensi menghina Islam dan Nabi Muhammad yang dibuat olehnya selama protes di Ahmedabad, India, Rabu, 8 Juni 2022. Laporan: Youtuber Nasionalis India Targetkan Muslim dan Wanita

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Laporan dari NYU Stern Centre for Business and Human Rights menyebut para pemengaruh (influencer) yang mendukung partai nasionalis Hindu yang berkuasa di India mengunggah video di akun YouTube untuk menyebarkan teori konspirasi dan konten kebencian terhadap Muslim. India merupakan pasar terbesar untuk platform Youtube berdasarkan basis pengguna.

 

Baca Juga

India memiliki lebih dari 450 juta pengguna YouTube, hampir dua kali lipat ukuran basis platform AS. Video-video yang dibuat influencer tersebut berisi unggahan tentang teori konspirasi Muslim menyebarkan Covid sebagai bentuk “jihad” atau perang suci.

 

 

Hal ini tertuang dalam laporan NYU Stern Center berjudul Platform 'Dipersenjatai': Bagaimana YouTube Menyebarkan Konten Berbahaya – Dan Apa yang Dapat Dilakukan Tentang Ini. Laporan tersebut juga mengutip contoh persaingan antara pedagang kaki lima yang bersaing menjadi kekerasan setelah kampanye video YouTube yang memilih Muslim serta retorika anti-Muslim yang sering bercampur dengan serangan online terhadap wanita.

 

“Serentetan kata-kata kasar misoginis oleh influencer YouTube India yang nasionalis telah membuat makian seperti itu populer di platform. Cacian, banyak di antaranya termasuk ancaman fisik, sering disampaikan sebagai video selfie,” kata laporan itu dilansir dari South China Morning Post, Rabu (15/6/2022).

 

NYU Stern Center for Business and Human Rights meminta agar Alphabet Inc. dapat melihat rekomendasinya guna meningkatkan moderasi konten dan mengungkapkan informasi tentang bagaimana algoritme merekomendasikan dan menghapus konten. Seorang juru bicara YouTube mengatakan rekomendasi yang dirinci oleh laporan itu adalah prioritas untuk platform, meskipun transparansi algoritmik yang lebih besar membuat lebih sulit untuk melindungi sistemnya.

 

“Kami bekerja untuk memberikan wawasan berkelanjutan tentang cara kerja rekomendasi, melalui posting blog, video, wawancara, dan lainnya,” kata juru bicara itu.

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement