Senin 02 May 2022 12:19 WIB

Naskah Khutbah Lengkap Sholat Idul Fitri di JIS Oleh KH Cholil Nafis

KH Cholil Nafis mengisi khutbah Idul Fitri di JIS.

Rep: Muhyiddin/ Red: Muhammad Hafil
Naskah Khutbah Lengkap Sholat Idul Fitri di JIS Oleh KH Cholil Nafis. Foto:  Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Dakwah dan Ukhuwah, KH Muhammad Cholil Nafis, menjadi khatib dalam Sholat Idul Fitri 1443 Hijriyah di Jakarta Internasional Stadium (JIS). Senin (2/5/2022)
Foto:

Syi’ar Islam menjadi penting sebab itu bertalian dengan takwa. Ahli tafsir Zamahsyari dan Ibn `Asyur, memahami takwa sebagai mabda' atau pangkal tolak kegiatan syi’ar. Bagi Al-Alusi, takwa selain sebagai  mabda' juga sebagai ta`lil, yakni alasan perlunya syiar. Ini berarti, syiar Islam tak boleh dilihat dari sisi simboliknya semata, tetapi pada makna profetiknya yang inspiratif dan transformatif. Dalam arti, lahir dari semangat takwa untuk menggerakkan manusia mencapai derajat takwa.

Allahu akabar 3X Walillahi al hamdu

Kaum muslimin wal muslimat rahimakumullah

Sungguh sebuah metafora yang menarik untuk kita renungkan. Allah SWT seolah-olah hendak menyatakan bahwa manusia yang suci dan bersih, manusia yang baik dan berguna, manusia yang menang dan bahagia, itu adalah mereka yang mau dan mampu melihat problema masyarakat secara cermat dan bijak, dan kemudian bersedia memecahkannya. Mereka mampu menjadi lentera di kala gelap dan menjadi payung berteduh di saat panas. Mereka inilah penganut agama yang benar, agama yang hanifiyah was samhah, terbuka dan lapang, toleran dan pemaaf, damai dan santun. Inilah agama tauhid, agama Nabi Ibrahim dan Nabi Muhammad saw.

Seorang yang merayakan Idul Fitri  adalah orang yang mampu mengembalikan fitrahnya, yang ditunjukkan dengan banyak berbuat baik kepada khalayak. Makin banyak memberi manfaat kepada orang banyak maka makin tampak kesejatian diri yang fitri. Perbuatan baik akan menimbulkan etika dan menciptakan tatanan kehidupan yang tertib dan harmonis. Sementara, kebenaran akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang akan mengantarkan kemajuan peradaban umat manusia. 

Acapkali, fitrah manusia dapat berubah dari waktu ke waktu. Berubah karena pergaulan, karena pengaruh budaya dan lingkungan, karena latar belakang pendidikan dan lain-lain. Maka, agar fitrah itu tetap terpelihara kesuciannya, hendaknya ia selalu mengacu pada pola kehidupan islami yang berlandaskan Alquran dan as-Sunnah. Pola kehidupan yang bernafaskan nilai-nilai agama dan akhlakul karimah serta melatih diri dengan berpuasa sunnah. 

Dari latihan Ramadhan, kita diharapkan mampu membangun manusia seutuhnya, insan kamil yang memiliki keteguhan iman, keluasan ilmu pengetahuan, serta cakap dalam menyikapi dan menjawab berbagai peluang dan dinamika kehidupan. Karena itu, segala kebiasaan baik yang telah kita lakukan di bulan suci Ramadhan berupa ibadah puasa, qiyamullail, tilawah, dan tadarus Alquran, menyantuni fakir miskin dan yatim piatu, mengendalikan amarah dan hawa nafsu hendaknya tetap kita lestarikan. Dan bahkan, kita tingkatkan sedemikian rupa agar menjadi tradisi baik dalam diri, keluarga, dan lingkungan masyarakat kita. Sehingga fitrah yang telah kita raih di hari yang agung ini tetap terpelihara dan memancar menjadi kesalehan individu  dan sekaligus kesalehan sosial.

Abu Hamid bin Muhammad Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin menggambarkan penghuni kehidupan dunia laksana seorang pelaut yang sedang mengarungi samudera, satu tarikan nafas bagaikan satu rengkuhan dayung, cepat atau lambat biduk yang ditumpangi akan mengantarkannya ke pantai tujuan. Dalam proses perjalanan itu, setiap nahkoda berada di antara dua keresahan: antara mengingat perjalanan yang sudah dilewati dengan rintangan gelombang yang dahsyat atau menatap sisa-sisa perjalanan yang masih panjang dimana ujung rimbanya belum tentu mencapai keselamatan.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement