Ahad 19 Apr 2020 06:56 WIB

Saat Buya Hamka Menjawab Pertanyaan Tan Po Nio

Tan Po Nio memberikan pertanyaan kepada Buya Hamka.

Saat Buya Hamka Menjawab Pertanyaan Tan Po Nio. Foto: Buya Hamka.
Foto: Twicsy.com
Saat Buya Hamka Menjawab Pertanyaan Tan Po Nio. Foto: Buya Hamka.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Prof DR Hamka atau yang akrab disapa Buya Hamka, mendapat pertanyaaan dari seorang bernama Tan Po Nio yang dimuat pada majalah Gema Islam yang terbit pada 15 Juli 1962. Tan Po Nio yang merupakan seorang muslimah dari Japenko, Padang Panjang, itu bertanya ke Buya Hamka, soal hukum berhubungan suami istri dalam keadaan istri belum mandi sesudah haidh.

Mendapat pertanyaan itu, Buya Hamka mengatakan, Rasulullah juga pernah ditanya oleh seorang sahabat dengan pertanyaaan yang seperti itu. Kemudian, Allah menyuruh Nabi untuk menjawab pertanyaan tersebut sebagaimana firmannya:

Baca Juga

"Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri." (QS: Al Baqarah: 222)

Menurut Buya Hamka, dari ayat ini nyatalah bahwa Rasululah SAW telah datang orang bertanya sebagaimana pertanyaan yang dikemukakan oleh saudari Muslimah Tan Po Nio, lalu Tuhan menyuruh kepada Nabi supaya menjawab pertanyaan itu, bahwasanya perempuan sedang di dalam haidh adalah sedang dalam persakitan (bukan sakit) dan darah haidh itu adalah darah kotor. Sebab itu diperintahkan Tuhan dengan perantaraan Nabi agar di waktu haidh itu fa'azilu artinya 'menyisih', menjauh atau memisahkan diri dari wanita.

Untuk melaksanakan perintah Tuhan ini niscaya sebaiknya selama haidh itu si laki-laki memisah tidur. Karena kalau berdekatan juga, dikhawatirkan tidak bisa menahan syahwatnya.

Dijelaskan lagi janganlah mereka didekati, sampai mereka suci, sampai mereka bersih. Dengan berhentinya dia dari haidh, dia sudah tidak kotor lagi tapi belum suci, sebelum mandi. Mandi haidh itu bernama mandi jinabat, serupa halnya dengan mandi sehabis berhubungan bdan.

Kalau ada orang yang tidak bisa menahan syahwat, lalu berhubungan badan karena menganggap tidak kotor lagi, maka dia salah dan sebaiknya segera bertaubat. "Tuhan Allah amat suka kepada orang yang taubat," kata Hamka.

Dan kalau ditahan nafsunya, hanya menunggu sekadar habis mandi jinabat saja, maka dia termasuk orang yang mencintai kesucian lahir dan bathin. Suci batinnya karena tunduk pada perintah Tuhan dan suci badannya, karena ketika akan melakukan hubungan suami istri, sama-sama suci dan bersih lebih dahulu suami istri. "Semoga diberikan anak yang shaleh," kata Hamka.

Bahkan, ada sebuah hadits yang menjelaskan bahwa berhubungan dengan istri dalam keadaan suci bersih itu berpahala dan diberi ganjaran oleh Allah. Karena sebaliknya, jika dia bersetubuh dengan zina, maka dia berdosa.

"Orang-orang yang suci inilah yang dikasihi oleh Tuhan," kata Hamka.

Sumber: Hamka Menjawab Soal-Soal Islam / Pustaka Panji Mas

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement