wa lā yastaṡnụn
18. tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucapkan, “Insya Allah”).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah telah memberi orang-orang musyrik Mekah nikmat yang banyak berupa kesenangan hidup di dunia dan kemewahan. Semua itu bertujuan untuk mengetahui apakah mereka mau mensyukuri nikmat lebih yang diberikan itu dengan mengeluarkan hak-hak orang miskin, memperkenankan seruan Nabi saw untuk mengikuti jalan yang benar serta tunduk dan taat kepada Allah, atau dengan nikmat ini, mereka ingin menumpuk harta, menantang seruan Nabi, dan menyimpang dari jalan yang benar? Allah akan menimpakan azab yang pedih kepada mereka dan melenyapkan nikmat-nikmat itu seandainya mereka tetap ingkar, sebagaimana yang menimpa beberapa pemilik kebun.
Pemilik kebun itu semula adalah seorang laki-laki saleh, taat, dan patuh melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Ia mempunyai sebidang kebun sebagai sumber penghidupannya. Jika akan memetik hasil kebunnya, ia memberitahu orang-orang fakir dan miskin agar datang ke kebunnya, dan langsung memberikan hak-hak mereka yang terdapat dari hasil kebun itu. Setelah ia meninggal dunia, kebun itu diwarisi oleh anak-anak mereka. Pada waktu akan memetik hasilnya, mereka pun bermusyawarah apakah tetap melakukan seperti yang telah dilakukan ayah mereka atau membuat rencana baru. Salah seorang di antaranya mengusulkan agar tetap melakukan apa yang biasa dilakukan bapak mereka, yaitu memberitahu orang-orang fakir miskin agar datang pada waktu hari memetik.
Akan tetapi, usulan ini ditolak oleh saudara-saudaranya yang lain. Mereka tidak mau memberikan hasil kebun itu sedikit pun kepada fakir-miskin sebagaimana yang telah dilakukan bapaknya. Sekalipun telah diingatkan oleh saudara yang seorang itu akan bahaya yang mungkin menimpa, tetapi mereka tetap dengan keputusan untuk memetik hasil kebun itu tanpa memberitahu lebih dahulu kepada fakir-miskin, dan seluruh hasil kebun itu akan mereka miliki sendiri tanpa mengeluarkan hak-hak orang lain yang ada di dalamnya.
Para ahli waris pemilik kebun itu mengingkari ketentuan-ketentuan yang biasa dilakukan bapaknya ketika hidup, setelah melihat kesuburan tanamannya dan kelebatan buah yang akan dipetik. Mereka pun yakin bahwa semua itu pasti akan menjadi milik mereka. Oleh karena itu, mereka bersumpah akan memetiknya pagi-pagi benar agar tidak diketahui oleh seorang pun. Mereka juga sepakat untuk tidak akan memberikan hasil kebun itu kepada orang lain walaupun sedikit.