١٤
وَلَمَّا بَلَغَ اَشُدَّهٗ وَاسْتَوٰىٓ اٰتَيْنٰهُ حُكْمًا وَّعِلْمًاۗ وَكَذٰلِكَ نَجْزِى الْمُحْسِنِيْنَ
wa lammā balaga asyuddahụ wastawā ātaināhu ḥukmaw wa 'ilmā, wa każālika najzil-muḥsinīn
14. Dan setelah dia (Musa) dewasa dan sempurna akalnya, Kami anugerahkan kepadanya hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Pada ayat-ayat ini diterangkan bahwa setelah dewasa, Allah mengaruniakan kepada Musa ilmu dan hikmah karena ketaatan dan kepatuhannya kepada Tuhan serta kesabarannya menghadapi berbagai cobaan. Sudah sewajarnyalah bila Musa mengetahui dari ibunya bagaimana ia sampai dapat tinggal di istana keluarga raja Fir'aun, padahal ia hanya anak orang biasa dari Bani Israil yang selalu dihina dan diperhamba oleh Fir'aun dan kaumnya. Hal ini akan menimbulkan simpati Musa kepada Bani Israil walaupun Fir'aun telah berjasa mendidik dan mengasuhnya semenjak kecil sampai menjadi seorang laki-laki dewasa yang sehat wal afiat, baik fisik maupun mentalnya.
Rasa simpati kepada kerabat dan kaumnya adalah naluri yang tidak dapat dipisahkan dari jiwa seseorang, apalagi dari diri Musa yang setiap hari melihat Bani Israil ditindas dan dianiaya oleh orang-orang Qibthi penduduk negeri Mesir. Akan tetapi, berkat kesabaran yang dimilikinya, sebagai karunia Allah, ia dapat menahan hatinya sampai Allah memberikan jalan baginya untuk mengangkat kaumnya dari lembah kehinaan dan penderitaan. Karena kesabaran, kebaikan budi dan tingkah laku, serta kepatuhannya menjalankan ajaran agama, Musa dikaruniai Allah ilmu dan hikmah sebagai persiapan untuk diangkat menjadi rasul. Ia diutus untuk menyampaikan risalah Allah kepada kaumnya dan Fir'aun yang sangat sombong, takabur, dan mengangkat dirinya sebagai tuhan.