١٨
وَيَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ هٰٓؤُلَاۤءِ شُفَعَاۤؤُنَا عِنْدَ اللّٰهِ ۗقُلْ اَتُنَبِّـُٔوْنَ اللّٰهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِى السَّمٰوٰتِ وَلَا فِى الْاَرْضِۗ سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
wa ya'budụna min dụnillāhi mā lā yaḍurruhum wa lā yanfa'uhum wa yaqụlụna hā`ulā`i syufa'ā`unā 'indallāh, qul a tunabbi`ụnallāha bimā lā ya'lamu fis-samāwāti wa lā fil-arḍ, sub-ḥānahụ wa ta'ālā 'ammā yusyrikụn
18. Dan mereka menyembah selain Allah, sesuatu yang tidak dapat mendatangkan bencana kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, “Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di hadapan Allah.” Katakanlah, “Apakah kamu akan memberitahu kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya apa yang di langit dan tidak (pula) yang di bumi?” Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan itu.
Ayat ini menerangkan bentuk kepercayaan orang-orang Arab Jahiliyah. Mereka menyembah berhala di samping menyembah Allah, karena mereka percaya bahwa patung-patung dan berhala-berhala itu dapat memberi manfaat kepada mereka sebagaimana ia dapat memberi mudarat, jika mereka melakukan sesuatu yang dapat menimbulkan kemarahannya. Padahal jika mereka mau berpikir dan menyadari benar-benar bahwa patung itu adalah benda mati yang dibuat oleh tangan mereka sendiri, mereka akan tahu bahwa berhala-berhala itu tidak akan dapat menimbulkan mudarat atau manfaat kepada siapapun dan tentu mereka tidak akan menyembahnya. Yang berhak disembah hanyalah Yang Maha Kuasa lagi Maha Pencipta.
Orang-orang Arab pada masa Jahiliyah menganut bermacam-macam agama dan kepercayaan, serta mempunyai beberapa cara dalam melakukan peribadatan kepada sembahan-sembahan mereka. Semua kepercayaan itu menunjukkan keyakinan bahwa tuhan itu banyak, bukan esa. Dengan perkataan lain, mereka mempersekutukan Allah dengan yang lain. Di antara mereka ada pula yang memeluk agama Yahudi seperti sebagian penduduk Medinah dan sebagian penduduk Yaman, dan ada pula yang memeluk agama Nasrani seperti penduduk Gassan dan penduduk Najran, demikian pula segolongan suku Aus dan Khazraj yang tinggal di daerah, yang berbatasan dengan Khaibar, Quraidhah, dan Bani Nadhir.
Di antara mereka ada pula yang beragama shabiin, yaitu umat sebelum Nabi Muhammad yang mengetahui adanya Tuhan Yang Maha Esa, dan mempercayai adanya pengaruh bintang-bintang.
Kemudian Allah menerangkan sikap orang-orang Arab terhadap berhala-berhala, di antaranya ada yang mengatakan bahwa mereka percaya berhala itu tidak dapat mendatangkan kemudaratan dan manfaat, tetapi mereka percaya bahwa sembahan-sembahan itulah yang akan menjadi perantara bagi mereka untuk memohonkan syafaat bagi mereka di sisi Allah, dan itulah jalan yang terdekat. Karena itulah mereka bernadzar, menyembelih kurban dan berdoa kepada sembahan-sembahan itu dan menyebut nama-namanya. Dengan melakukan yang demikian mereka merasa bertambah dekat kepada Allah.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi hatim dari Ikrimah bahwa Nadhar bin haris berkata, "Apabila datang Hari Kiamat, maka Lata dan Uzza akan memberi syafaat kepadaku."
Dari keterangan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa inti dari kepercayaan bangsa Arab Jahiliah ialah sekalipun mereka mempercayai Tuhan Maha Pencipta itu ada, tetapi dalam hubungan antara Tuhan dan manusia masih memerlukan perantara (wasilah) yang akan menyampaikan permohonan mereka kepada Tuhannya. Kemudian Allah memerintahkan agar Nabi Muhammad menyampaikan kepada orang-orang musyrik itu sesuatu yang dapat membuktikan kebohongan mereka dan sesuatu yang dapat membantah perkataan mereka dengan mengatakan bahwa apakah mereka mengabarkan kepada Allah sesuatu yang tidak diketahui-Nya, yaitu bahwa ada pemberi syafaat di langit dan di bumi yang dapat memberikan syafaat sebagai perantara antara Allah dan makhluk-Nya, padahal seandainya ada tentu Allah mengetahuinya. Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang tidak diketahui Allah, ada dan tidaknya sesuatu semata-mata menurut kehendak Allah, apalagi syafaat itu hanya diberikan semata-mata dengan izin Allah dan hanya diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Rasulullah saw sendiri tidak sanggup memberi kemanfaatan untuk dirinya, begitu pula menolak kemudaratan kecuali dengan izin Allah sebagai firman Allah:
Katakanlah (Muhammad), "Aku tidak kuasa mendatangkan manfaat maupun menolak mudarat bagi diriku kecuali apa yang dikehendaki Allah. Sekiranya aku mengetahui yang gaib, niscaya aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan tidak akan ditimpa bahaya. Aku hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman. (al-Araf/7: 188)
Akhir ayat ini menerangkan kemahasucian Allah, Tuhan semesta alam dari persekutuan sebagaimana yang dikatakan orang-orang musyrik itu.
Ayat ini juga mengisyaratkan bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan hanya dapat diperoleh penjelasannya dengan perantaraan wahyu yang disampaikan kepada rasul-Nya, sedangkan segala sesuatu itu diketahui Allah, baik yang tersembunyi maupun yang nyata.